GRC ( Glassfibre Reinforced Concret
)
Beton Molding /Cetak
Wujudnya mirip beton. Namun bahan
ini bisa dibentuk sesuai keinginan, bahkan sampai bentuk ukiran yang rumit
sekalipun.
GRC merupakan singkatan dari
Glassfiber Reinforced Cement. Bahan yang pertama kali dikenalkan di Inggris dan
masuk ke Indonesia pada akhir 70-an sampai awal 80-an ini merupakan salah satu
pengembangan dari beton. Walaupun belum terlalu umum, saat ini GRC mulai banyak
digunakan di rumah tinggal. Mari berkenalan lebih lanjut dengan bahan baru ini.
Beton yang Ringan
GRC disebut beton ringan karena
bahan pembentuknya hampir sama dengan beton biasa. baik beton biasa maupun GRC
dibentuk dari campuran semen dan pasir. “Bedanya, kalau beton biasa memiliki
tulangan baja di dalamnya, GRC menggunakan serat (glassfiber) sebagai
penguatnya. Karena penguat tersebut bahannya berupa serat, GRC menjadi lebih
ringan dibandingkan dengan beton biasa,” jelasnya. Satu m2 GRC setebal 8 mm
beratnya hanya 18 kg. Bandingkan dengan berat beton biasa yang beratnya bisa
mencapai …….!
Selain ringan, pemakaian serat ini
juga memungkinkan GRC dibuat tipis. Ketebalannya bisa ditekan sampai sekitar 8
mm.
Akan tetapi kekuatan GRC tidak bisa
disamakan dengan kekuatan beton bertulang. GRC memang dibuat tidak untuk
mendukung beban. Saat ini GRC banyak dipakai sebagai bahan pelapis kolom,
lisplank, talang, bahkan atap yang berbentuk kubah. Harap dicatat, atap dari
GRC di sini tidak menampung beban apapun kecuali beban dari beratnya sendiri.
Sementara untuk kolom, ia hanya berfungsi sebagai “kulit”.
Dicetak Sesuai Keinginan
Salah satu keunggulan GRC adalah ia
bisa dicetak sesuai dengan keinginan pemesan. Bentuk yang sangat rumit seperti ukir-ukiran
pun mampu dihasilkan dari proses pencetakan GRC. Karena alasan inilah GRC
banyak dimanfaatkan sebagai elemen dekoratif pada sebuah bangunan.
Setelah didapat bentuk sesuai dengan
yang dikehendaki, proses pembuatan GRC bisa dimulai. Yang harus disiapkan
pertama kali adalah cetakannya. cetakan GRC ada yang terbuat dari
tripleks, fiber matt (sejenis serat), GRC itu sendiri, atau
karet. Saat membuat cetakan, terlebih dahulu dibuat model menggunakan kayu atau
gipsum. Andaikan bentuk ukiran yang diinginkan, kayu atau gipsum tadi diukir
dengan tangan.
Setelah siap digunakan, pada cetakan
disemprotkan bahan baku GRC yaitu campuran semen, pasir serta serat. Adi
menjelaskan, penyemprotan semen dan pasir ini bergantian selapis demi selapis
dengan serat, agar semua bahan saling menganyam dan membentuk kesatuan yang
kuat. Setelah dicapai ketebalan yang diinginkan, penyemprotan dihentikan dan
GRC dibiarkan mengering. Cetakan bisa dilepas sesudah satu hari dan proses
pembuatan GRC benar-benar selesai setelah 3 hari.
Untuk papan GRC yang ukurannya
lebar—lebih dari 60 cm x 90 cm, perlu dibuatkan semacam tulangan di
bidang papan tersebut. Tulangan yang juga terbuat dari bahan yang sama ini
gunanya agar bidang GRC itu lebih kuat dan lebih kaku (rigid).
Tanpa Perawatan
Karena bukan merupakan elemen
struktural, GRC bisa dipasang langsung pada “badan” bangunan. Cara
pemasangannya ada bermacam-macam tergantung besarnya bidang dan fungsinya.
“Untuk bidang yang cukup besar, misalnya sebagai pelapis kolom di gedung bertingkat,
pemasangan GRC cukup dengan angkur. Angkur ini dilas ke lempengan besi yang
disekrupkan ke badan kolom, Bila berupa lis yang langsung menempel pada
permukaan dinding, pemasangan GRC dilakukan dengan cara disekrup.
Andaikan bidang yang harus dipasangi
GRC panjang atau lebar, akan terbentuk sambungan atau nat. Ini karena pabrik
tidak bisa sekaligus mencetak GRC dalam ukuran yang sangat besar atau sangat
panjang. Sambungan ini biasanya disatukan dengan sealent.
Sealaent yang digunakan di sini harus yang khusus agar ketika GRC
dicat, cat pada nat tidak terkelupas.
Boleh dibilang GRC ini merupakan
bahan bangunan yang bebas perawatan. Bahan ini bisa disamakan dengan beton
dalam soal keawetan dan daya tahannya terhadap cuaca. Karena alasan inilah GRC
sering digunakan sebagai ornamen pada bagian luar gedung. GRC bahkan bisa tahan
25 sampai 30 tahun.
Bahan ini sudah lebih dari 20 tahun
dikenalkan ke Indonesia, namun sampai saat ini penggunaannya belum terlalu
meluas. mungkin harga yang relatif mahal membuat bahan ini lebih banyak
digunakan di gendung-gedung bertingkat, bangunan umum, dan rumah-rumah mewah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar